NAMANYA diabadikan menjadi nama jalan, menggantikan nama Jalan Cihanjuang. Nama Daeng identik dengan orang Bugis. Ya karena kakek Daeng Muhammad
Ardiwinata adalah orang Bugis Makassar yang menikah dengan orang Sunda.
Ayah Daeng M Ardiwinata bernama Daeng Kanduruan Ardiwinata, seorang
nasionalis yang juga salah seorang pendiri Paguyuban Pasundan. Dialah sastrawan Sunda yang pernah menerima penghargaan dari Belanda "Ridder in de Orde Van Oranye Nassau", karena jasanya di bidang budaya.
Daeng Muhammad Ardiwinata tinggal dan besar di Cimahi. Setelah lulus MULO, keburu Jepang
datang. Daeng masuk pendidikan Peta di Bogor. Ketika batalyon IV Peta
di Cimahi bubar, Daeng bergabung dengan BKR, lalu TKR.
Kompi Daeng begitu sebutan untuk pasukannya. Tergabung dalam Batalyon IV
Momon Resimen 9 Gandawijaya yg bermarkas di Cililin. Kompi 1 Daeng
berkedudukan di Cibabat-Cibeureum sampai Fokkerweg (kini Jln Garuda)
Bandung.
Kompi Daeng inilah yang terlibat dlm berbagai medan pertempuran di
Cimahi. Antara lain pencegatan konvoi tentara sekutu, bersama Hizbullah
menyerang pabrik senjata ACW cabang Cibabat,
Pertempuran Alun-alun, pertempuran Cibabat, pertempuran Prapatan Cihanjuang dan yang paling heroik, pertempuran 4 hari 4 malam.
Dari kompi, pasukan Daeng berkembang jadi Batalyon 25, lebih terkenal dgn sebutan Batalyon Daeng.
Dari Cimahi, Batalyon Daeng ditarik ke Resimen 8 dan ditempatkan di Panjalu Garut dan Pangalengan.
Perjanjian Renville memaksa pasukan Siliwangi hijrah ke ibukota Yogyakarta.
Batalyon Daeng turut menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Batalyon
Daeng ditugaskan untuk membersihkan dan mengamankan lapangan terbang
Maospati Madiun dan merebut kembali Cepu dari penguasaan PKI.
Saat longmarch bersama Pangdan Siliwangi Letkol Daan Yahya
ditawan Belanda. Mereka dan juga Komandan CPM Cimahi FE Thanos ditahan di Nusakambangan.
Akhir 1949 setelah pengakuan kedaulatan, Daeng menjadi Komandan Resimen 063/Sunan Gunung Djati Cirebon.
Tahun 1951 ia mengundurkan diri dari TNI. Soal pengunduran diri ini ada banyak versi. Ada yang bilang karena sakit. Ada juga yang bilang karena menolak penugasan ke Makassar. Entah mana yang benar. Pangkat terakhirnya adalah Kolonel.
Pada tahun 1954 ia mendirikan partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) bersama Kolonel Abdul Haris
Nasution dan Kolonel Gatot Subroto dan diangkat sebagai Ketua IPKI Jawa
Barat.
Pada tahun 1955 sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) RepubIik Indonesia
Pada tahun 1960 sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
Pada tahun 1967 s/d 1970 menjabat Direktur PPN Dwikora IV Perkebunan Teh di Subang.
Daeng tak pernah mengambil gaji dan pensiunan dari militer. Ia hanya membawa gaji saat jadi anggota DPR
Jabatan terakhir beliau adalah Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Hukum Bandung (STHB).
Daeng wafat di usia 77 tahun tepatnya 15 April 2000. Sebelum wafat, Ia
menolak dimakamkan di TMP Cikutra. Daeng lebih memilih dikebumikan di
samping kuburan istrinya, Siti Rukayah, di Kampung Juntigirang Desa
Banyusari Kecamatan Katapang Kab Bandung. Ketika itu ia meninggalkan 5
anak dan 11 cucu. (*)
Sumber tulisan: www.dickyrahmadie.blogspot.com