Friday, January 20, 2017

Kisah Lapangan di Cimahi

Oleh Kang Mac

SETIAP pergi ke Pasar Antri Baru dari arah Dustira, tentu melewati markas Pu
ssen Arhanud. Setiap itu pula teringat, dulu tempat itu adalah Lapangan Sriwijaya yang penuh kenangan.

Bermain bola, upacara 17 Agustus, latihan baris-baris berbaris, atau mabal alias bolos sekolah, tempatnya ya di Lapangan Sriwijaya ini. Tempat pacaran? So pasti itu mah, tiap lewat lapangan rumput hijau nan luas itu pasti bisa menyaksikan pasangan yang lagi asyik dengan dunianya.

Tempat berkelahi? Mantaap, itu lapangan menyediakan lahan sangat lega buat berduel atau berkelahi keroyokan. Mau kejar-kejaran, koprol keliling lapangan, silakan asal kuat. 
Saya masih ingat, saat SD tahun 80-an, beberapa kali berolahraga di Lapangan Sriwijaya. Dari Tagog, saya dan rekan-rekan satu SD (jadi 6 kelas), jalan kaki ke Sriwiaya. Tujuannya berolahraga bersama sambil piknik. Tak heran, tas gendong kami penuh dengan bekal makanan dan air minum.

Jadi pasti banyak kenangan lain yang bisa diceritakan dari satu Lapangan Sriwijaya ini. Ya hanya kenangan, karena wujud lapangan itu sudah sirna, hanya tertinggal di ingatan.

Perkembangan Cimahi menjadi kota membuat lahan semakin sempit. Lapangan-lapangan pun menjadi korban. Kini wujudnya berganti rupa menjadi rumah atau perkantoran.

Ini beberapa lapangan yang saya ingat pernah ada di Cimahi.
1. Lapangan Bonlap. Inilah lapangan legendaris untuk para pemain bola cilik di Cimahi. Di era 80-an, di lapangan Kebon Kalapa Pojok ini setiap tahun digelar pertandingan sepak bola antar klub di Cimahi.
Waktu SD kelas 6, saya pernah ikut berkompetisi di lapangan ini. Waktu itu saya memperkuat klub Angkasa, gabungan siswa-siswa SD Sukamanah I dan Cibabat. Pemain yang boleh bertanding adalah pemain dengan tinggi maksimal 150 cm. Jadi ukurannya adalah tinggi badan. Kadang-kadang ada pemain yang ketinggian, lalu memendek-mendekkan diri biar lolos di palang pengukur.
Lalu saat SMP pun saya ikut pula berkompetisi di lapangan Bonlap ini. Kali ini saya memperkuat tim Liga Buana, timnya anak-anak SMP 3 Cimahi plus. Plus karena kami menggaet juga pemain dari luar, yaitu Aldi, kakaknya Coni Dio, sebagai striker. Nama klub ini terinspirasi nama-nama toko olahraga di Jalan Gandawijaya.
Saya tidak tahu kapan terakhir digelar kompetisi bola di lapangan Bonlap. Waktu saya SMA, tahun 90-an, lapangan ini masih ada dan sering dipakai untuk panggung musik 17-an. Saya pertama kali nonton Jamrock, cikal bakal Jamrud, ya di lapangan ini.
Beberapa hari lalu saya lewat Jalan Kebon Kalapa, lapangan ini sudah hilang, berganti jadi rumah dan bengkel.

2. Lapangan Sosial. Lapangan sepakbola ini disebut Lapang Sosial karena memang milik Dinas Sosial di Cibabat, persis di samping Polres Cimahi. Pernah saya sekali diajak main di turnamen bola Kapolres Cup. Waktu itu bersama klub Gita Utama. Lagi-lagi main bersama Aldi, kakak Coni Dio. Sekarang lapangan ini sudah beralih rupa menjadi Kantor Dinsos Jabar.

3. Lapangan Kebon Kembang. Ini sebuah lapang kecil, sedikit lebih besar dari lapangan voli, di daerah Kebon Kembang. Saya pernah main di sini, waktu itu turnamen Hayam Cup. Hanya saya lupa PS apa yang saya perkuat.

4. Lapangan samping Mesjid Agung Cimahi Utara. Ini tempat saya bermain setiap sore. Kalau tidak bermain bola ya main sepeda atau nonton orang main voli. Sekali waktu digelar turnamen sepakbola untuk anak-anak. Saya memperkuat PS Martas, barisan anak-anak dari Gang Martasim Prapatan Cihanjuang, tempat kakek nenek saya tinggal. Saat ini bangunan rumah besar mengganti wujud lapangan itu.

5. Lapangan Kebon Jeruk Sukajaya. Ini sebetulnya lahan bekas kebun Jeruk di daerah Sukajaya Cibabat, persis di belakang RSUD Cibabat. Ada beberapa kavling kecil yang sering dipakai untuk bermain bola atau bermain voli. Saya bergabung dengan PS Persas (Persatuan Sepakbola Anak-anak Sukajaya), tapi belum pernah bertanding di turnamen bola. Sekarang lapangan ini sudah berubah menjadi perumahan dan permukiman.

6. Lapangan Krida Cimahi Selatan. Ini lapangan sepakbola di dekat Baros. Saya belum pernah bermain bola di lapangan ini. Hanya pernah ikut jalan sehat yang start dan finishnya di lapangan ini. Kini lapangan ini tinggal cerita, berubah menjadi kawasan Technopark Cimahi.

7. Lapangan Kebon Manggu, Kompleks Pemda Cisangkan Hilir. Saya beberapa kali main sepakbola di lapangan ini. Karena diajak teman yang tinggal di sini. Waktu itu memperkuat tim ekskul Sepak bola SMP melawan PS Pemda junior. Tempo hari saya menjenguk teman yang sakit di daerah Kebon Manggu. Saya celingukan mencari lapangan itu, tapi nihil. Ternyata sudah berubah menjadi belantara rumah. Selain di lapang besar Kebon Manggu, saya pun pernah main juga di lapangan bola samping Tempat latihan Menembak Cisangkan. Lapangannya lebih kecil, tapi cukup buat berlari dan menendang bola.

8. Lapang sepakbola Panembakan Gunung Bohong. Lapangan bolanya saat ini memang masih ada, tapi berbeda tampilan setelah dirombak Brigif. Sekali-kalinya main di lapangan ini melawan kesebelasan anak-anak Gunung Bohong. Kebetulan ada teman SMP yang tinggal di Gunung Bohong dan mengajak main bola.

9. Lapangan Gamblok, Ciuyah. Ini salah satu lapangan yang pernah didatangi untuk berolahraga sekaligus piknik saat saya SD. Dari Tagog, lagi-lagi kami berjalan kaki berombongan, konvoi berbaris dua-dua menyusuri Margaluyu-Kandang Uncal-Ciawitali hingga Ciuyah. Beberapa waktu lalu bersepeda ke daerah Ciuyah, sengaja mencari lapangan itu. Tapi tak menemukan. "Lapangna tos janten perumahan, Cep," begitu kata seorang warga.

Itulah beberapa lapangan yang dulu pernah ada dan kini tinggal kenangan. Kalau lapangan punya militer, jangan ditanya, pasti terawat dan masih eksis. Contohnya Lapangan Rajawali atau Lapangan Arhanud, tempat saya berlatih bola saat SMP. Belum lagi lapangan-lapangan di beberapa pusdik, pasti masih mulus.

Masih banyak atau ada lapangan-lapangan, lahan terbuka, yang sudah berubah wujud di Cimahi. Entah jadi rumah, kantor, atau gedung. Ayo ceritakan kisah kalian tentang lapangan-lapangan di Cimahi. (*)

Friday, January 13, 2017

TUAN WOUTERS

Oleh Kang Mac
 
MINGGU kemarin, ayah saya berkunjung ke rumah. Seperti biasa, mampir sebentar setelah jalan sehat di Brigif. Selalu jalan kaki dari Cigugur menuju arah mana pun. Dalam setiap obrolan kami, tentu saja cerita-cerita tentang Tjimahi masa silam selalu diperbincangkan.
 

Bapak saya bukan orang asli Tjimahi. Ia datang dari Tasikmalaya pada tahun 1955-an, untuk menjadi santri di Pesantren Hegarmanah dan madrasah ustad Ingin di Sentral Cibabat. Usianya kini sudah 71 tahun. Itu berdasarkan KTP. Padahal ia masih ingat waktu Jepang datang ke Tasikmalaya. Itu berarti, bapak saya lahir sebelum 1942 dan usianya sangat mungkin lebih dari usia di KTP.

Obrolan kemarin mengupas soal kondisi Tjibabat, khususnya Sukajaya. Bapak saya bercerita, bahwa rumah besar dan tua di belakang Yogya Dept Store Cibabat yang ditinggali Tante Mumu itu dulunya ditinggali Tuan Wouters, seorang pengusaha peternakan.
 

Sukajaya kata bapak saya, dulunya hamparan kebun rumput untuk memasok pakan ternak sapi dan babi milik Tuan Wouters. Sementara di sebelah utaranya, tepat di belakang RS Cibabat adalah kebun jeruk. 

Sayangnya tidak ada keturunan tuan Wouters yang tinggal di Cimahi setelah tahun 60-an. Semua meninggalkan Indonesia, kembali ke tanah leluhur mereka, Belanda. Tante Mumu mendapatkan rumah peninggalan Tuan Wouters itu dari proses jual beli.
 

Penasaran dengan nama Wouters, saya mencari-cari di buku telepon jaman Belanda. Voila! Eh Eureka. Ternyata ada nama JH Wouters beralamat di Tjibabat. Dan persis, dia seorang pengusaha peternakan susu dan juga budidaya bunga.
 

Di buku telepon itu juga tertulis nama pengusaha peternakan sapi lainnya di Cimahi, yaitu J Timmermans Veldizcht. Tapi tidak tahu, lokasi peternakannya di sebelah mana. Dan tentu saja tercatat nama pengusaha besar peternakan sapi di Lembang, PA Ursone, pemasok susu ke BMC dan seantero Bandung. (*)